Tuesday, November 29, 2011

Siapa sih loe?




Memberi Perintah Kepada Allah
Tidak ada pekerjaan terpenting dalam kehidupan kita 
kecuali menunggu datangnya shalat, dan menyegerakan shalat. 

Dalam satu dialog ada yang bertanya kepada saya bahwa tanpa sadar kita sering memberi perintah kepada Allah.
 “Tahu ga Ustadz, perintah apa tuh kira-kira?”.
 “Perintah yang dimaksud, perintah tunggu…” katanya melanjutkan.
Pembicaraan saat itu sedang membicarakan shalat tepat waktu. 
"Coba aja lihat", kata orang ini.
Ketika Allah memanggil, lewat muadzdzin, kita masih asyik dengan dunia kita.
Tidak sadar bahwa Allah sudah memanggil kita untuk sujud dan ruku’ menghadap-Nya.
Sebagian lagi mendengar, tapi tidak bergerak. Sebagiannya malah tidak bisa lagi mendengar.
Tertutup oleh kesibukannya bekerja, berusaha dan mencari dunia. Bener.
Rupanya kita ini memberi satu pengkodean terhadap Allah, di hampir di setiap 5
waktu shalat.
Yaitu pengkodean perintah “TUNGGU”. Luar biasa.
Jadilah Allah “Menunggu” kita.
Sungguh tidak ada pantas-pantasnya.
Masa Allah disuruh menunggu kita, iya ga?
***

Perintah “Tunggu”
Tidak ada yang lebih penting di dunia ini yang harus kita kerjakan kecuali shalat. 
Shalatlah pekerjaan utama kita, sedang yang lainnya adalah pekerjaan sambilan.
Apa yang terjadi dengan diri Anda ketika Anda mendengar Azan? Apakah langsung bergegas  memenuhi panggilan azan tersebut, lalu melaksanakan shalat? Atau biasa-biasa saja?
Kalau Anda tidak segera bergegas menyambut seruan itu, maka ketahuilah kita termasuk yang berkategori memberi perintah kepada Allah. Yaitu perintah “tunggu” tersebut.
Perintah “tunggu” kepada Allah ini berarti:
# Tunggu ya, saya sedang melayani pelanggan.
# Tunggu ya, saya sedang nyetir.
# Tunggu ya, saya sedang menerima tamu.
# Tunggu ya, saya sedang nemani klien.
# Tunggu ya, saya sedang rapat.
# Tunggu ya, saya sedang dagang nih.
#  Tunggu  ya, saya sedang belanja.
#  Tunggu ya saya sedang belajar.
#  Tunggu ya saya sedang ngajar.
# Tunggu ya saya sedang merokok.
# Tunggu ya, saya sedang di tol.
# Tunggu ya, saya sedang dalam terburu-buru.  
#  Tunggu ya saya sedang tidur.
#  Tunggu ya, saya sedang bekerja.
Dan seterusnya

Coba aja berkaca kepada diri sendiri, dan kebiasaan ketika menghadapi waktu shalat.
Perintah tunggu inilah yang kita berikan kepada Allah.
Adzan berkumandang… Allahu akbar, Allahu akbar… Bukannya kita bergegas menyambut seruan itu, malah Allah kita suruh menunggu…
***

Siapa sih kita?
Sesiapa yang tidak mengusahakan shalat di awal waktu, sungguh dia adalah orang 
yang tidak mengenal Allah. Rizki-Nya lah yang selalu kita cari. Pertolongan-Nya lah 
yang sedang kita butuhkan. Dan Allah datang di setiap waktu shalat membawa apa 
yang kita butuhkan, memberi apa yang kita inginkan, di luar kebaikan-Nya yang 
bersifat sunnatullah.
Kita ini, manusia, makhluk ciptaan Allah.
Diciptakan dari saripati tanah.
Kita ada, lantaran ada hubungan yang diizinkan Allah dari hubungan laki-laki dan perempuan yang kemudian terjadilah kita.
Ya, dari sperma, kita menjadi manusia.
Makanya Allah menyindir di surah Yaasiin ayat ke-77, bagaimana mungkin manusia yang diciptakan dari saripati tanah lalu tiba-tiba menjadi pembangkang?
Menjadi pendurhaka kepada Allah?
Tapi ya begitulah. Kita ini emang manusia yang ga tahu diuntung dan ga tahu diri. Kita ga kenal siapa kita.
Lihat saja, berani-beraninya kita “memerintah” Allah untuk menunggu kita.
Iya kan?
Sedangkan, saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, seorang kopral, ga boleh dia
memerintah sersan.
Sersan, ga boleh memerintah kapten.
Mayor, tidak bisa memerintah Jenderal, dan seterusnya.
Hirarki itu, terjadi.
Bahkan, seorang polisi yang berdiri di pinggir jalan, lalu lewat mobil jenderal, lalu dia tidak mengangkat tangan tanda hormat, maka secara kesatuan, ini akan jadi masalah buat dia.
Nah, sekarang, tanya, siapa kita, dan siapa juga Allah?
Terlalu amat sangat jauuuuuuhhhhh hirarki kedudukannya.
Lah, bagaimana mungkin kemudian kita membiarkan Allah menunggu 
kita, atau kita memberikan perintah tunggu kepada-Nya, untuk menunggu kita?
Astaghfirullah.
Insya Allah orang bisa rada selamet soal shalat, ketika bisa berpikir begini, “Jangan sampe Allah menunggu saya.
Kalo bisa, saya yang menyambut Allah. Sebab ga ada pantes-pantesnya.
Masa Raja Diraja, Pemberi Karunia, yang dirindukan pertolongan-Nya dan
bantuan-Nya, yang dinikmati rizki-Nya, lalu jadi yang menunggu saya?
Emangnya, siapa saya?”

Dari Ust. Yusuf Mansur
Peringatan Versi audio - Shalat Tepat Waktu.mp3 lebih menohok!

Saturday, October 22, 2011

Gambaran

Setiap kali menonton drama seri Korea yang paling saya rasakan, di samping ceritanya yang bikin menye-menye, adalah betapa indahnya Korea. Indah, pohon dan bunga di mana-mana dan sangat bersih.
Heavenly for living.

Iya...tentu saja tidak seluruh Korea Selatan seperti itu. Tapi karena hampir semua drama Korea menampilkan hal serupa jadi ya, gambaran Korea Selatan seperti surga itu yang terbentuk.
Tidak sedikit yang jadi berpikiran untuk menabung dan jalan-jalan ke sana ; atau mencari beasiswa dan sekolah di Korsel.

Sementara, apa sih gambaran yang sudah berhasil di bentuk oleh film dan sinetron kita tentang Indonesia?
Negara penuh hantu? Rumah-rumah besar dengan gaya artifisial? Kumuh?
Kalaupun ada yang mau shooting di Papua atau Belitong sepertinya pengaruh kecil, karena bukan mainstream.
Hal yang hampir serupa terjadi untuk buku-buku Indonesia, sepertinya mainstream masih didominasi teenlit dan chicklite. Tetapi rasanya semua setuju, siapapun pembaca Laskar Pelangi pasti jadi ingin ke Belitong (paling tidak akan search image di google), pembaca Rahasia Meede jadi ingin menyelidiki rumah bawah tanah Musium Fatahillah di Kota Tua, pembaca 5cm jadi penasaran dengan Ranukumbolo dan ingin mendaki sang Mahameru.


*Ohya serunya nonton drama Korea juga karena jaket dan tasnya lucu-lucu :p

Friday, October 14, 2011

Kulkas




Sepertinya benar kata Sudjiwo tedjo -jarang-jarang lho aku sepaham dengan beliau- karena manusia punya kulkas -punya kecenderungan untuk menimbun-, manusia jadi serakah.... apa-apa mau dikumpulkan, disimpan, numpuk-numpuk barang sampai orang lain tidak kebagian.
Kulkas sekarang tambah lama tambah gede kan?
Padahal seberapa besar sih, perut kita?

Numpuk-numpuk harta, dengan segala cara.
Sampai berapa lama sih kita hidup?
Buat warisan anak cucu? Kata Bill Gates, itu justru menghilangkan hak anak untuk berjuang

Terimakasih, Malaysia




Rasanya sudah selayaknya kita berterimakasih pada tetangga kita, Malaysia.
Mengapa?
Siapa yang membuat batik begitu membumi merakyat seperti sekarang ini?
Jawabnya: tetangga kita Malaysia
Ketersinggungan kita sebagai bangsa yang merasa menjadi keturunan pencipta batik,
membuat kita penuh amarah saat, Malaysia memperkenalkan batik ke mana-mana sebagai miliknya.
Sehingga muncul "gerakan nasional" memakai batik.
Pada hari itu, 2 Oktober 2009, perbandingannya di antara 10 orang yang aku jumpai memakai batik, paling tidak 8 orang berbatik.
Sejak itu pula, Inacraft dan bazar-bazar didominasi batik dengan model, material yang semakin berkembang, pemakai batik tidak hanya PNS, orang-orang tidak lagi merasa seperti mau kondangan kalau pakai batik.

Kita jadi tahu ada dua pulau di jajaran kepulauan nusantara yang bernama Sipadan dan Ligitan.
Kita jadi tahu reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayange; wayang; kulintang; angklung; tahu ada petugas Kelautan yang pekerjaannya penuh bahaya, dimodali kapal tua dan tanpa senjata.
Karena apa? Mungkin karena kecelamitannya Malaysia.
Hey..... mungkin kita yang kekanakan ini, perlu diingatkan untuk lebih menjaga dan menghargai semua milik kita. Dan sepertinya peringatan model itu, cocok buat kita. Seperti anak-anak, kalau nggak ada yang minat, mainan dicuekin. begitu ada yang bilang mau pinjam langsung direbut, " Ini punya aku!"

Sudah deh, capek ribut. Tetanggaan baik-baik aja gimana?
Eh, besok beli baju batik lagi yuk?