Memberi Perintah Kepada Allah
Tidak ada
pekerjaan terpenting dalam kehidupan kita
kecuali
menunggu datangnya shalat, dan menyegerakan shalat.
Dalam satu dialog ada
yang bertanya kepada saya bahwa tanpa sadar kita sering memberi perintah kepada
Allah.
“Tahu ga Ustadz, perintah apa tuh kira-kira?”.
“Perintah yang dimaksud,
perintah tunggu…” katanya melanjutkan.
Pembicaraan saat itu sedang membicarakan shalat tepat waktu.
"Coba aja lihat", kata orang ini.
Ketika Allah memanggil,
lewat muadzdzin, kita masih asyik dengan dunia kita.
Tidak sadar bahwa Allah
sudah memanggil kita untuk sujud dan ruku’ menghadap-Nya.
Sebagian lagi mendengar,
tapi tidak bergerak. Sebagiannya malah tidak bisa lagi mendengar.
Tertutup oleh
kesibukannya bekerja, berusaha dan mencari dunia. Bener.
Rupanya kita ini memberi
satu pengkodean terhadap Allah, di hampir di setiap 5
waktu shalat.
Yaitu pengkodean perintah
“TUNGGU”. Luar biasa.
Jadilah Allah “Menunggu” kita.
Sungguh tidak ada
pantas-pantasnya.
Masa Allah disuruh menunggu
kita, iya ga?
***
Perintah “Tunggu”
Tidak ada yang lebih penting di dunia ini yang harus kita kerjakan
kecuali shalat.
Shalatlah pekerjaan utama kita, sedang yang lainnya adalah
pekerjaan sambilan.
Apa yang terjadi dengan diri Anda ketika Anda mendengar Azan?
Apakah langsung bergegas memenuhi panggilan azan tersebut, lalu
melaksanakan shalat? Atau biasa-biasa saja?
Kalau Anda tidak segera
bergegas menyambut seruan itu, maka ketahuilah kita termasuk yang berkategori
memberi perintah kepada Allah. Yaitu perintah “tunggu” tersebut.
Perintah “tunggu” kepada Allah ini berarti:
# Tunggu ya, saya sedang
melayani pelanggan.
# Tunggu ya, saya
sedang nyetir.
# Tunggu ya, saya sedang
menerima tamu.
# Tunggu ya, saya sedang
nemani klien.
# Tunggu ya, saya sedang
rapat.
# Tunggu ya, saya sedang
dagang nih.
# Tunggu ya, saya sedang belanja.
# Tunggu ya saya
sedang belajar.
# Tunggu ya saya sedang
ngajar.
# Tunggu ya saya sedang
merokok.
# Tunggu ya, saya sedang
di tol.
# Tunggu ya, saya
sedang dalam terburu-buru.
# Tunggu ya saya
sedang tidur.
# Tunggu ya, saya sedang
bekerja.
Dan seterusnya
Coba aja berkaca kepada diri sendiri, dan kebiasaan ketika
menghadapi waktu shalat.
Perintah tunggu inilah yang kita berikan kepada Allah.
Adzan berkumandang…
Allahu akbar, Allahu akbar… Bukannya kita bergegas menyambut seruan itu, malah
Allah kita suruh menunggu…
***
Siapa sih kita?
Sesiapa
yang tidak mengusahakan shalat di awal waktu, sungguh dia adalah orang
yang tidak
mengenal Allah. Rizki-Nya lah yang selalu kita cari. Pertolongan-Nya lah
yang sedang
kita butuhkan. Dan Allah datang di setiap waktu shalat membawa apa
yang kita
butuhkan, memberi apa yang kita inginkan, di luar kebaikan-Nya yang
bersifat
sunnatullah.
Kita ini, manusia, makhluk ciptaan Allah.
Diciptakan dari saripati
tanah.
Kita ada, lantaran ada
hubungan yang diizinkan Allah dari hubungan laki-laki dan perempuan yang
kemudian terjadilah kita.
Ya, dari sperma, kita
menjadi manusia.
Makanya Allah menyindir
di surah Yaasiin ayat ke-77, bagaimana mungkin manusia yang diciptakan dari
saripati tanah lalu tiba-tiba menjadi pembangkang?
Menjadi pendurhaka kepada
Allah?
Tapi ya begitulah. Kita ini emang manusia yang ga tahu diuntung
dan ga tahu diri. Kita ga kenal siapa kita.
Lihat saja,
berani-beraninya kita “memerintah” Allah untuk menunggu kita.
Iya kan?
Sedangkan, saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, seorang kopral,
ga boleh dia
memerintah sersan.
Sersan, ga boleh
memerintah kapten.
Mayor, tidak bisa
memerintah Jenderal, dan seterusnya.
Hirarki itu, terjadi.
Bahkan, seorang polisi
yang berdiri di pinggir jalan, lalu lewat mobil jenderal, lalu dia tidak
mengangkat tangan tanda hormat, maka secara kesatuan, ini akan jadi masalah
buat dia.
Nah, sekarang, tanya, siapa kita, dan siapa juga Allah?
Terlalu amat sangat
jauuuuuuhhhhh hirarki kedudukannya.
Lah, bagaimana mungkin
kemudian kita membiarkan Allah menunggu
kita, atau kita memberikan perintah tunggu kepada-Nya, untuk
menunggu kita?
Astaghfirullah.
Insya Allah orang bisa rada selamet soal shalat, ketika bisa
berpikir begini, “Jangan sampe Allah menunggu saya.
Kalo bisa, saya yang
menyambut Allah. Sebab ga ada pantes-pantesnya.
Masa Raja Diraja, Pemberi
Karunia, yang dirindukan pertolongan-Nya dan
bantuan-Nya, yang dinikmati rizki-Nya, lalu jadi yang menunggu
saya?
Emangnya, siapa saya?”
Dari Ust. Yusuf Mansur
Peringatan Versi audio - Shalat Tepat
Waktu.mp3 lebih menohok!
No comments:
Post a Comment